Jumat, 08 Agustus 2014

Cerita Buddhist - Kisah Raja Angsa Emas

            Beribu-ribu tahun sebelum Sang Buddha hidup di dunia, sukamanya disebut SANG MAHA AGUNG, lahir sebagai Raja Angsa di danau Manasa. Danau itu sangat indah, tiada bandinganya di seluruh dunia. Airnya jernih, dan beraneka warna bunga-bunga yang cantik menambah keindahan danau itu. Dan yang tercantik di antaranya ialah bunga teratai merah dan putih.

Raja Angsa mempunyai sahabat karib dan pembantu yang setia, bernama Sumukkha. Bersama kawannya ini ia memerintah rakyat dengan adil dan bijaksana. Rakyatnya terdiri dari angsa-angsa yang berdiam di danau Manasa, tak terhitung banyaknya. Karena keagungan budi, maka kedua kawan itu dijunjung tinggi oleh rakyatnya dan kemashuran mereka jauh melintasi tapal batas kerajaan. Lagi pula mereka memiliki bulu yang berkilau-kilauan bagaikan emas yang sangat mengagumkan.


Berita tentang keindahan angsa-angsa itu akhirnya sampai di kota Banaras, hingga pada Baginda Raja. Timbullah hasrat Baginda untuk bertemu dan bercakap-cakap dengan angsa-angsa yang luar biasa itu.
Tetapi hal itu tidaklah mudah, sekalipun Baginda adalah seorang Raja yang berkuasa. Bagaimanakah akal Baginda supaya maksudnya tercapai? 



Baginda harus berunding dengan menteri-menterinya. Demikianlah, maka pada suatu hari para menteri dipanggil menghadap Baginda. Titah Baginda ialah supaya menteri-menteri mencari akal untuk menangkap angsa-angsa itu. Maka bersidanglah menteri-menteri itu dan akhirnya didapatkannya suatu akal, yaitu: Baginda menitahkan untuk membangun sebuah danau yang lebih besar dan indah daripada danau Manasa, lalu ditanami bunga-bunga yang lebih cantik, lebih meriah daripada di danau Manasa.


Menurut pendapat menteri-menteri, apabila angsa-angsa melihat danau baru itu, pastilah mereka akan lebih suka bertempat tinggal di situ. Ada gula, ada semut, kata peribahasa. Dan siapa gerangan tidak akan tertarik kepada hal-hal yang serba indah!
Nasihat-nasihat menteri itu benar-benar tepat. Baginda menyetujui akal ini. Maka para ahli bangunan diperintahkan membangun danau yang diusulkan itu. Tidak lama kemudian selesailah danau itu dibangun. 

Dan benarlah apa yang dikira-kirakan. Kebetulan beberapa ekor angsa terbang di atas danau buatan itu. Mereka sangat tertarik akan keindahannya, akan airnya yang jernih serta keelokan bunga-bunganya. Segera angsa-angsa itu terbang kembali ke danau Manasa dan diceritakan pengalaman-penglaman mereka kepada kawan-kawannya.
Sebenarnya mereka hendak membujuk angsa-angsa lainnya supaya pindah ke danau yang lebih indah itu. Dan karena bujukan itu, maka kawan-kawannya terpikat.
Segera angsa-angsa beramai-ramai menghadap Raja mereka untuk memohon persetujuannya.


Sebenarnya Raja Angsa dan sahabatnya Sumukha tidak setuju akan maksud rakyatnya, karena dipandang kurang bijaksana. Di danau Manasa mereka hidup bahagia. Mengapa hendak pindah ke danau lain? Tetapi karena berpendapat bahwa suara terbanyaklah yang menentukan, maka Raja Angsa akhirnya setuju.
Sementara itu raja Banaras pun tidak tinggal diam. Sebenarnya tidaklah patut menuduh seorang raja berbuat curang, tetapi memang demikianlah perbuatan Raja Benaras itu.
Baginda menitahkan seorang pemikat burung untuk memasang jerat-jerat di danau. Ketika Raja Angsa dengan riangnya berenang di danau, sekonyong-konyong kakinya kena jerat. Segera ia sadar akan bahaya yang menimpa diri dan rakyatnya. Maka dengan suara yang nyaring berserulah ia, agar mereka selekasnya meninggalkan danau celaka itu.


Semua angsa dengan patuh menjalankan perintah rajanya kecuali satu. Siapakah gerangan?
Tak lain dan tak bukan ialah Sumukha.
Dengan tegas ia menolak untuk meninggalkan rajanya yang sedang dalam keadaan bahaya. Dikatakan olehnya, bahwa tali persahabatan yang mengikat mereka berdua lebih kuat daripada jerat pemikat burung manapun juga.
Dan ketika pemikat burung memeriksa jerat-jeratnya, sangatlah heran ia mendapatkan bukan satu, tetapi dua ekor angsa. Dimintanya kepada mereka keterangan tentang duduk perkara yang sebenarnya. Oleh Sumukha dijelaskan segala sesuatu dari awal hingga akhir.


Kemudian Sumukha mendesak supaya dia sajalah yang ditawan sebagai pengganti rajanya.
Pemikat burung sangatlah terharu ketika mendengar riwayat dua angsa tersebut. Karena itu ia bermaksud melepas mereka.
Tetapi maksud yang mulia itu ditolak, karena Raja Angsa dan Sumukha khawatir akan nasib yang nanti menimpa pemikat burung. Jika ia tidak berhasil menawan Raja Angsa, ia tentu akan dihukum berat oleh Raja Banaras.
Karena itu mereka minta kepada pemikat burung untuk membawa mereka berdua menghadap Sri Baginda. Dan dibawalah dua angsa itu menghadap raja.
Dengan gembira Raja Banaras menerima kedatangan Raja Angsa dan Sumukha. Tidak jemu-jemunya Baginda memandang angsa-angsa yang berbulu emas itu.
Dan ketika mendengar riwayat persahabatan Raja Angsa dengan Sumukha yang menharukan itu, maka Baginda menyerahkan tahta kerajaanya kepada Raja Angsa. Sedangkan karena keluhuran budinya Sumukha diangkat menjadi menteri.


Akhirnya tinggallah dua angsa itu di dalam istana untuk beberapa lamanya dan memberi ajaran-ajaran Buddha kepada Sri Baginda Raja Banaras.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar